Salam dan bahagia
Para Pinisepuh Tamansiswa yang saya muliakan
Seluruh Keluarga Besar Tamansiswa yang berbahagia
Para pecinta, simpatisan dan sahabat Tamansiswa yang
saya hormati
Hari ini tanggal 3 Juli 2014 kita memperingati Ulang Tahun Tamansiswa
ke-92.
Dalam setiap peringatan Ulang Tahun Tamansiswa, tidak bisa tidak pastilah
berkobar di hati kita rasa Kebangsaan dan Komitmen Kerakyatan serta Pekerti
Luhur yang menjadi ciri Tamansiswa.
Perguruan Nasional Tamansiswa
didirikan pada tahun 1922, yaitu 92 tahun yang lalu, sebagai badan perjuangan
kebudayaan dan pembangunan masyarakat melalui sarana pendidikan bangsa, guna
mempersiapkan generasi muda yang berjiwa merdeka lahir batinnya, untuk
menyongsong dan mengisi Kemerdekaan Bangsa.
Dengan
demikian itu maka pendirian Perguruan Nasional Tamansiswa mengemban “tugas
budaya” yang tidak ringan. Jauh-jauh hari sebelum saya berada dalam Pimpinan
Tamansiswa, telah saya kemukakan pendapat saya mengenai “pernyataan
kemerdekaan” yang tak lain adalah suatu “pernyataan budaya”. Hal ini saya ungkap
kembali pada Orasi saya sebagai pribadi ketika saya menerima penghargaan
“Anugerah HB IX” untuk IPTEK dari Universitas Gadjah Mada pada Dies Nataliesnya
yang ke-64 pada tanggal 19 November 2013 yang lalu. Tanpa saya perkirakan
sebelumnya pernyataan ini selaras dengan pandangan dasar Tamansiswa itu. Dari
sini saya bisa lebih lanjut menguraikan “tugas budaya” yang harus kita emban
bersama sebagai Keluarga Besar Tamansiswa, yaitu tugas untuk menjadi manusia
yang berjiwa merdeka lahir dan batin.
Apakah
saat ini kita masih berjiwa merdeka lahir dan batin? Apakah Tamansiswa sudah
mandiri? Pertanyaan ini sangatlah mendasar, sebab tanpa jiwa merdeka dan tanpa
kemandirian, tidak hanya Tamansiswa, tetapi bahkan suatu bangsa yang luas
wilayahnya dan besar jumlah warganya, akan tersungkur dan sirna, dan hanya akan
menjadi hamba dari bangsa lain. Oleh karena itu di masa lalu ada semangat
menolak keterjajahan Indonesia, menolak julukan sebagai het zaachste volk ter
aarde, een koelie onder de volkeren – bangsa terlemah di atas bumi sebagai
kulinya bangsa-bangsa lain. Barangkali ini yang menjadi salah satu titik-tolak
kepemimpinan saya di Tamansiswa.
Apa artinya?
Artinya adalah: Tamansiswa secara keseluruhan harus mengemban dan menegaskan
visi dan misi “masa depan”-nya secara lebih eksplisit, kita harus menegaskan
suatu “tujuan” ke mana kita menuju, sebagai rincian dari jiwa merdeka. Kemudian
ini harus diikuti pula dengan mengidentifikasi “tantangan dan hambatan” serta
“peluang kemajuan” yang ada, lalu menegaskan “tahapan-tahapan” mencapai tujuan
dan mengatasi hambatan-hambatan itu, dan tentu sekaligus pula kita menggariskan
“strategi” dan “skala prioritas” dalam suatu alur perencanaan yang secara
sistematis-organisatoris haruslah berdasar profesionalisme. Pandangan tentang
hal ini belumlah jelas, hal ini nampak dari wacana-wacana hasil Kongres yang
lalu. Kita harus segera menegaskannya.
Saya telah mengutarakan sejak
2 tahun yang lalu bahwa Tamansiswa menghadapi 7 krisis, terutama akibat faktor
eksternal yang kemudian berdampak internal, yang kita semua mengetahui dan
merasakannya sendiri, terutama yang berupa “krisis SDM”. Saya sendiri prihatin
sekali, mengapa krisis SDM ini tidak mudah diatasi. Tentu di dalam pidato ini
saya tidak akan membicarakan latar belakang dan detailnya, namun yang jelas
kita harus bersama-sama mengatasinya, berdasarkan nilai kekeluargaan dalam
kebersamaan dan humanisme.
Di sinilah kita harus
berhati-hati untuk tidak keliru dalam menerapkan paham kebersamaan dan asas
kekeluargaan, yang di dalam Tamansiswa diartikan sebagai suatu kewajiban untuk
menghormati hak asasi sesama, tidak untuk menuntut hak. Kita mengenal ajaran
praktis Tamansiswa berupa Tri Pantangan, Tri Sentra Pendidikan, Tri Hayu, Tri
Saksi Jiwa, Tri Ngo, Tri Kon, Tri Ko, Tri Joang, Tri Logi Kepemimpinan dan Tri
N, belum lagi tentang berbagai Fatwa Ketamansiswaan dst, yang singkat kata saya
artikan bahwa Tamansiswa di samping harus mengemban “pekerti luhur” juga
sekaligus harus “berdisiplin baja”. Dengan kata lain Tamansiswa mengenal
ketegasan terhadap tindakan indisipliner. Hanya dengan mengenal ini maka kita
tidak keliru di dalam memahami paham kebersamaan dan asas kekeluargaan, di mana
kepentingan bersama lebih diutamakan daripada kepentingan orang-seorang,
meskipun kepentingan orang-seorang tidak boleh diperlakukan semena-mena. Semua
ini hanya demi kemajuan bersama, dan organisasi harus tetap zakelijk,
organisatoris dan organis.
Kita mengetahui pula
bahwa kita harus berbangga bahwa sebagian sekolah-sekolah Tamansiswa dan
perguruan-perguruan tinggi Tamansiswa memperoleh kemajuan yang membesarkan
hati, dan di situlah menjadi tumpuan harapan dalam konteks kemandirian
Tamansiswa, bahwa yang maju mengangkat dan membantu yang masih lemah, menolong
dan membantukan sumberdaya manusianya maupun sumberdaya pendanaannya. Apabila
panduan yang digariskan oleh Ki Hadjar Dewantara ini, agar kita memegang teguh
kebersamaan dan kekeluargaan, maka Tamansiswa akan berjaya dalam kemandirian melalui
kesetiakawanan atau solidaritas. Ini telah mulai kita lakukan dan kita
merasakan dampaknya.
Dalam kaitan dengan tugas budaya Tamansiswa yang kita laksanakan melalui
pendidikan dan pengajaran, perkenankan saya menyampaikan suatu pandangan dalam
bentuk “Maklumat Pendidikan dan Pengajaran Tamansiswa”, untuk menandai Ulang
Tahun ke-92 Tamansiswa hari ini, sebagai berikut:
- Tugas Pendidikan dan Pengajaran merupakan peran pengabdian dan tanggungjawab Pemerintah, Keluarga, dan Masyarakat. Prioritas Pendidikan dan Pengajaran Bangsa ini agar diarahkan untuk mengutamakan sebanyak-banyak anak Indonesia bisa mendapatkan pendidikan dan pengajaran demi kemajuan dan kejayaan Indonesia, yang bukan sekedar sebanyak-banyak sekolah
- Pendidikan dan Pengajaran Indonesia harus tetap mengacu kepada kebudayaan nasional sesuai pesan Konstitusi, yaitu untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang multikulturalistik berdasar Pancasila. Dengan demikian Ujian Nasional dalam rangka “nation and character building” perlu dipertahankan dan disempurnakan untuk mempertegas dan memperkukuh keindonesiaan.
- Pendidikan dan Pengajaran di Indonesia harus diarahkan untuk meningkatkan harkat martabat dan kemampuan sumberdaya manusia Indonesia sebagai modal dasar Bangsa Indonesia demi mengisi Kemerdekaan Indonesia, sehingga Bangsa ini mampu mandiri dan mendesain serta membangun sendiri masa depannya.
- Negara membangun kemampuan profesional para guru dan sarana pendidikan dan pengajaran sehebatnya dalam kesetaraan mutu dan makna, baik untuk Sekolah-Sekolah Negeri maupun untuk Sekolah-Sekolah Swasta di seluruh pelosok Tanah Air. Sekolah-sekolah swasta adalah pionir dalam pendidikan dan pengajaran Indonesia. Oleh karenanya Sekolah-Sekolah Swasta harus secara setara dibangun dan tidak tersingkirkan oleh pendirian Sekolah-Sekolah Negeri.
- Kita membangun sekolah “bertaraf internasional” secara khas, sesuai dengan Negara kita sebagai Negara Maritim yang sekaligus berada di belahan Khatulistiwa. Kekhasan ini adalah keindonesiaan yang bertaraf internasional.
- Pendidikan dan Pengajaran Indonesia harus melahirkan lulusan-lulusan yang mampu berkarya demi menolong diri sendiri dan sesamanya, serta proaktif mampu membangun dan ikut mendesain globalisasi yang berkeadilan dan berkesejahteraan.
- Kurikulum Pendidikan dan Pengajaran Indonesia harus diluruskan untuk memperkukuh Kebangsaan, Kerakyatan dan Pekerti Luhur, dengan demikian menajamkan pendidikan dan pengajaran Pancasila, Geografi, Sejarah dan Budi Pekerti Luhur yang ber-Wawasan Nusantara.
Tidak lupa saya mengucapkan
terimakasih pada Panitia Peringatan Ultah 92 Tahun Tamansiswa yang
menyelenggarakan berbagai acara untuk memeriahkan Ultah Tamansiswa ini. Antara
lain berupa “Peluncuran Website Tamansiswa” untuk menjaga kontinuitas
sosialisasi dan menggambarkan capaian kemajuan Tamansiswa, sekaligus untuk
menjalin komunikasi dan interkoneksi dengan seluruh cabang Tamansiswa di
Indonesia, dan pula untuk senantiasa meningkatkan image dan peran-nasional
Tamansiswa.
Perlu pula kita syukuri bahwa di
hari bahagia ini Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa akan melakukan
pembangunan gedung baru untuk Fakultas Pertanian UST dan akan dilakukan
“peletakkan batu pertama” sebagai rangkaian acara Ultah ke-92 Tamansiswa ini.
Juga perlu dicatat di sini tidak
terlepas dari peringatan Ultah Tamansiswa ke-92 ini, akan diluncurkan buku
karya Ki Prof. Dr. HAR. Tilaar berjudul: “Sowing The Seed of Freedom: Ki Hadjar
Dewantara as a Pioneer of Critical Pedagogy”, yang ditulis dalam bahasa
Inggris. Ini perlu kita catat sebagai suatu milestone penting, karena dengan
buku dalam bahasa Inggris ini maka Tamansiswa goes global, Tamansiswa
memperkenalkan diri secara global. Bahwa peluncuran ini dilakukan di
Universitas Gadjah Mada oleh UST, bukan karena UST tidak memiliki ruang atau
university club yang kurang memadai, tapi dengan sengaja menempatkan Tamansiswa
untuk berada di mana-mana. Demikianlah pula tempo hari untuk Peringatan 90
Tahun Tamansiswa, kita meluncurkan buku berjudul Kebudayaan Mendesain Masa Depan,
tidak di Tamansiswa, tetapi di BAPPENAS Jakarta dan juga di Universitas Gadjah
Mada. Dalam waktu dekat akan pula diluncurkan buku karya Sahedhy Noor (Dekan FE
UST) berjudul: Ekonomi & Keindonesiaan: Membangun Ekonomi Pro-Rakyat dan
buku karya Ketum Majelis Luhur Tamansiswa berjudul: Demokrasi Ekonomi
Indonesia, keduanya diterbitkan oleh UST-Press dan terdaftar dalam Katalog
Dalam Terbitan, Perpustakaan Nasional, yang juga merupakan bagian acara
peringatan ini.
Tidak ada suatu organisasi bisa maju
tanpa kerja keras. Barangkali perlu ada gerakan pembaharuan dalam pola-kerja
dan pola-berencana. Dan barangkali tidak berlebihan Ulang Tahun ke-92
Tamansiswa ini kita tandai pula dengan menegaskan perlunya “kaderisasi” dan
mobilisasi SDM secara terencana pula, sebagai upaya menuju kemajuan.
Sekianlah, selamat merayakan Ulang
Tahun ke-92 Tamansiswa. Dirgahayu Tamansiswa!
Salam dan bahagia, Merdeka!
Yogyakarta, 3 Juli 2014
Ki Sri-Edi Swasono